Tangani Konflik Agama, Kemenag Adakan Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan
Bandung – Menangani konflik keagamaan di Indonesia, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama mengundang ormas-ormas keagamaan dan mitra lainnya untuk menyerap aspirasi dan masukan dalam acara Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan, di Hotel Mercure Bandung City Center, Rabu-Jumat (30/11 – 2/12). Aspirasi ini akan menjadi dasar kebijakan Kemenag untuk membuat peraturan penanganan konflik keagamaan di Indonesia.
Acara dengan tema “Penguatan sinergi kelembagaan dalam penanganan, pencegahan, deteksi dini, dan resolusi konflik keagamaan di Indonesia” ini dihadiri Dirjen Bimas Islam Kemenag Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A., Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag Dr. H. Wawan Junaidi, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Dr. H. Adib, MA., Kepala Kanwil Kemenag Prov. Jabar Drs. H. Ajam Mustajam, MSi, Kabag Intelkam Polri Brigjen Pol. Dr. Umar Efendi, dan Pokja Moderasi Beragama Hj. Alissa Q. Wahid. Hadir pula ormas keagamaan dari beberapa provinsi. Selain itu, hadir pula pengurus DPW LDII Prov. Jabar yakni Fadel Abrori, S.Pi., MH (Wakil Sekretaris).
Dirjen Bimas Islam Kemenag Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A., dalam sambutannya mengatakan, moderasi beragama secara empiris telah dicontohkan Rasulullah saat membangun negeri Madinah dengan kesepakatan masyarakat yang ada disana. Demikian juga dengan Negara Indonesia yang didirikan para founder bangsa dengan kesepakatan bersama yang menerima semua perbedaan.
“Para founder bangsa sepakat membuat konstitusi bersama yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang harus dijaga berdasarkan perintah agama untuk mencintai, menjaga dan merawat NKRI. Kita sebagai penerus harus mengawal agama kita masing-masing sehingga berfungsi instrumental,” ujarnya.
Kamaruddin menambahkan, agama selalu berorientasi pada kemaslahatan. Kemaslahatan bukan hanya untuk individu namun juga bangsa dan negara. ini harus sama-sama diperjuangkan dan diutamakan. Sehingga sangat naif jika agama dijadikan alat untuk memecah belah bangsa, disabilitas ekonomi dan politik. Justru agama harus menjadi instrumen positif dan kreatif untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang sejuk dan damai.
“Agama itu merupakan identitas otentik kita. Namun kalau agama dikapitalisasi untuk tujuan tertentu, itu akan menjadi destruktif. Hal ini harus dihindari. Pasalnya, artikulasi Islam Indonesia sebagai artikulasi keberagaman telah menjadi nilai-nilai universal, modernitas yang menjadi model. Kita termasuk sangat baik dalam mengartikulasikan moderasi beragama,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Dr. H. Adib, MA mengatakan, Kemenag hingga kini belum memiliki payung hukum untuk mencegah dan menyelesaikan konflik keagamaan di Indonesia. Padahal payung hukum itu merupakan amanat untuk melindungi warga Indonesia dalam melaksanakan ibadahnya.
“Dialog nasional ini untuk mengisi kekosongan di bidang regulasi tentang penanganan konflik. Diharapkan masukan dan aspirasi dari para mitra yang hadir bisa mendorong dibentuknya paying hukum baik berbentuk peraturan menteri atau keputusan Menteri,” urainya.
Adib melanjutkan, konflik terjadi karena ada pendahuluan, faktor utama, struktural dan pemicunya. Kalau ada database, maka konflik bisa dimitigasi, dicegah dan diatasi sejak dini sehingga tidak menjadi konflik.
“Konflik berdimensi keagamaan kalau dibiarkan akan jatuh korban. Konflik kalau disulut isu keagamaan/sara maka akan menjadi konflik yang masif jika tidak dimitigasi secara awal dan tidak ada pencegahan sistematis dan terintegrasi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Kepala Kanwil Kemenag Prov. Jabar Drs. H. Ajam Mustajam, MSi mengatakan, kerukunan beragama di Jabar secara keseluruhan semakin baik. Hal ini bisa dilihat dari kenaikan indeks kerukunan beragama di Jabar pada tahun 2021 yaitu 72,7%. Indeks ini meningkat dibanding tahun 2019, sebesar 64,41%.
“Kenaikan indeks kerukunan beragama ini mudah-mudahan berdampak baik kepada daerah sekitarnya. Sebab Jabar sebagai daerah penyangga ibukota. Mudah-mudahan bisa menumbuhkan sinergi masyarakat untuk mewujudkan Indonesia yang damai adil dan sejahtera. Sehingga Indonesia tumbuh menjadi negara yang damai dan sejahtera,” urainya.
Menanggapi hal itu, Wakil Sekretaris DPW LDII Prov. Jabar, Fadel Abrori, S.Pi., M.H mengatakan, LDII sejak awal berdiri sudah mendukung pelaksanaan moderasi beragama. Pasalnya, asas organisasi yang digunakan LDII adalah Pancasila, yang merupakan dasar negara. Dimana seluruh sila Pancasila menggambarkan moderasi beragama.
“Dalam melaksanakan moderasi beragama, LDII menjadikan empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai pedoman berkehidupan dan berbangsa. Kami lahir, hidup, sampai meninggal di Indonesia, sehingga kami berkewajiban bisa menjaga keutuhan NKRI dengan semua keberagamannya, termasuk keberagaman agama,” pungkasnya. (*)